Penenun Pengadangan Terkendala Modal Usaha - LPM Pena Kampus

Goresan Penamu Runtuhkan Tirani

Breaking

Rabu, 23 Januari 2013

Penenun Pengadangan Terkendala Modal Usaha


Menenun (nyensek) merupakan mata pencaharian sampingan bagi kaum perempuan baik ibu-ibu maupun gadis-gasi Desa Pengadangan Kecamatan Pringgasela Lombok Timur. Di samping sebagai  buruh tani tentunya. Namun usaha rumahan ini masih mengalami kendala pemodalan sehingga tidak bisa diproduksi massal.

Untuk menghasilkan sepotong kain tenun berkualitas dibutuhkan waktu yang cukup lama. “Untuk menghasilkan satu buah kain saja rata-rata memerlukan waktu sekitar satu minggu”. Lamanya pengerjaan kain tenun ini tidak lepas dari perlatan yang digunakan. Peralatan tenun yang digunakan masih perlatan-peralatan tradisional yang sangat manual.
Alat utama yang digunakan adalah gigontong, adar, ban, lekot, jajak, kanjian dan jalak yang terbut dari kayu dan bambu. Kesemua peralatan di atas merupakan peralatan tenun tradisional sasak. Selain fungsi formal sebagai alat tenun, beberapa alat tenun khas sasak tersebut memiliki fungsi-fungsi sampingan.
Alat jajak misalnya. Alat ini berada di hadapan para penenun. Tempat kain yang sedang ditenun dikaitkan. Selain itu bunyian yang dihasilkan oleh jajak berfungsi untuk memberitakan bahwa ada orang yang sedang menenun. Para penenun terkadang tidak merasa tidak pas jika suara jajak mereka serak dan tidak nyaring. Biasanya alunan jajak ini saling sahut menyahut antara penenun satu dengan yang lain.
Potensi ekonomis menenun sebenarnya sangat besar jika bisa dioptimalkan. Keuntungan yang didapat penenun dalam sepotong kain bisa mencapai Rp. 150.000,-.  “Harga sepotong tenun di patok sekitar 450 ribu rupiah dan memerlukan modal sekitar 300 ribu rupiah. Sementara septong kain paling cepat saya selesaikan dalam satu minggu. Rata-rata ya saya mendapatkan penghasilan sekitar 150 ribu dari menenun jika selesai seminggu,”
Kendala utama yang dihadapi para penenun adalah masalah pemasaran dan modal usaha.Saat ini pemasarannya hanya sebatas di dalam desa Pengadangan saja. Mereka juga baru menenun jika ada pesanan. Hal ini karena biasanya biaya produksi diberikan oleh pemesan. Oleh karena para penenun tidak mampu membuat kain dalam jumlah banyak untuk dipasarkan.
Seandainya bisa di pasarkan diluar tentu harganya jauh lebih besar ketimbang di dalam desa. Menurut Inak Sabri harga kain sejenis kalok di toko-toko bisa sampai satu juta rupiah. Lagipula kualitas kain hasil tenunanya tidak kalah bagus dengan yang ada di pasaran. Bahkan jauh lebih bagus.
Salah satu produk tenun khas desa Pengadangan yang terkenal adalah kain tenun motif juara Lombok. Ada juga kain tenun dengan motif yang baru yaitu hasil kombinasi dari motif khas Sumbawa dan motif kain khas Kabupaten Lombok Utara.
Untuk menarik peminat pembeli baru, Ketua LKM Desa Pengadangan M. Khidir mengatakan bahwa tahun ini akan diadakan semacam pameran untuk mengenalkan hasil tenun mereka keluar daerah.    Pameran ini dilaksanakan dengan dana anggaran dari PNPM Mandiri Pariwisata.
Dana PNPM Mandiri Pariwisata ini diberikan dalam dua tahap. Dana pertama sekitar 70 juta rupiah dan dana kedua sekitar 100 juta rupiah. Dari dana pertama, kelompok tenun hanya menerima sekitar 30 juta rupiah. Jadi, karena ada lima kelompok tenun, setiap kelompok menerima dana bantuan sebesar enam juta rupiah.
Dalam satu kelompok terdiri dari 10 orang penenun. Jadi, setiap penenun menerima dana sebesar 600 ribu rupiah. Pada dana bantuan kedua, dana dibagi menjadi dua bagian yaitu yang pertama pengadaan perlengkapan art-shop sebesar 5.988.000 rupiah dan yang kedua fasilitasi bahan baku alat tenun sebesar 37.820.000 rupiah. Jika desa mendapatkan bantuan untuk yang ketiga kalinya, maka rencana untuk melaksanakan pameran pun akan terwujud.
Banyak penenun yang berharap agar pameran itu cepat terlaksana. Dan bukan hanya kelompok penenun saja yang menunggu pameran tersebut, melainkan kelompok – kelompok kesenian lain yang berada di desa itu pun berharap demikian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar