Kepala Sekolah Dalam Sandera Politik - LPM Pena Kampus

Goresan Penamu Runtuhkan Tirani

Breaking

Rabu, 23 Januari 2013

Kepala Sekolah Dalam Sandera Politik


Sekolah merupakan sebuah lembaga sakral di mana proses pembelajaran secara simultan berlangsung. Sekolah dirancang bertahap-tahap sesuai dengan perkembangan intelektualitas dan emosional anak. Mulai dari tingkat taman kanak-kanak yang hanya belajar bernyanyi sampai tingkat Sekolah Menengah Atas yang mulai mempelajari pengetahuan teoritis yang kompleks baik itu dalam bidang ilmu pasti, ilmu sosial, maupun ilmu budaya (Bahasa). Bahkan di sekolah menengah kejuruan siswa mulai mempelajari ilmu-ilmu terapan dan keahlian berkarya semisal pertukangan, otomotif, perkantoran, komputer, saya sebutkan untuk mewakili jurusan yang lain.
Sekolah jelas bukanlah semata gedung yang dipergunakan untuk belajar mengajar. Lebih dari itu, sekolah adalah sebuah sistem yang tentunya terdiri dari berbagai komponen yang membuat sekolah sebagai sistem berjalan. Jika salah satu komponen absen atau tidak ada maka roda sekolah tidak akan bisa berjalan optimal. Ibaratnya sistem tubuh manusia, ketika salah satu anggota tubuh sakit maka tubuh manusia tidak akan berfungsi secara optimal.
 Komponen-komponen penyusun sekolah diantaranya adalah siswa, pegawai, guru, maupun kepala sekolah. Semua komponen di atas merupakan sumberdaya yang dimiliki oleh sekolah di samping tentunya sumber daya dana dan bangunan. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional sebagai tertera dalam undang-undang sistem pendidikan nasional (UU Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003 maka semua sumberdaya daya yang dimiliki oleh sekolah harus dioptimalkan.
Untuk menjamin mutu dan optimalisasi semua sumber daya sekolah tentu menjadi tanggung jawab setiap komponen akan tetapi pihak yang paling bertanggung jawab adalah kepala sekolah sebagai sosok penentu kebijakan dan arah sekolah. Kepala sekolah adalah adalah seorang guru biasa secara fungsional namun ia adalah seorang pemimpin sekolah secara sturuktural. Oleh karena itu bekerja secara optimalnya segala seumber daya yang ada di sekolah sangat bergantung kepada kompetensi sang kepala sekolah.
Oleh karena itu penunjukan dan pengangkatan kepala sekolah bukanlah masalah sepele dan diatur melalui Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 28 tahun 2010 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah/madrasah.
Seorang guru dapat menjadi kepala sekolah jika  memiliki empat kompetensi kepala sekolah di samping kompetensi guru yang dimilikinya seperti kompetensi pedagogis, kompetensi profesi, dll. Empat kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah adalah kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial dan wirausaha, kompetensi supervisi, dan kompetensi sosial.
Kompetensi kepribadian mensyaratkan seorang kepala sekolah harus memiliki integritas kepribadian yang kuat sebagai pemimpin, memiliki keinginan yang kuat dalam pengembangan diri sebagai kepala sekolah, dan bersikap terbuka dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi. Sementara itu, komptensi manajerial dan wirausaha kepala sekolah diharapkan akan membuat kepala sekolah  mampu mengelola dan memimpin segala sumber daya yang ada untuk kemajuan sekolah, mampu mengelola rencana pembelajaran baik itu dalam hal guru maupun sillabus secara efektif dan efisien untuk mencapai visi dan misi sekolah, dan tentu saja mampu mengelola keuangan sekolah secara akuntabel dan transparan sehingga integritas sekolah di masyarakat tetap terjaga. Adapun kompetensi supervisi akan membuat kepala sekolah mampu melakukan monitor, pelapaoran, dan evaluasi terhadap kinerja komponen-komponen sekolah (Siswa, tenaga penegajar, dan staf). Kepala sekolah yang memiliki kompetensi sosial diharapkan akan memiliki kepekaan  terhadap kondisi sosial masyarakat dan juga dapat bekerja sama dengan masyarakat untuk memajukan sekolah atas azaz saling menguntungkan.
Ketika seorang guru di tunjuk untuk menjadi kepala sekolah maka ia harus melalui tes kompetensi guna mengukur ketercapaian keempat kompetensi di atas. Keempat kompetensi ini akan diturunkan menjadi beberapa variable yang kemudian diukur dengan indikator yang diderivasi dari variable-variable yang ada. Namun sangat disayangkan kenyataannya kompetensi kepala sekolah di Indonesia masih sangat rendah. Dalam sebuah penelitian tentang kompetensi kepala sekolah di 31 provinsi termasuk NTB menunjukkan dari nilai minimal 76 untuk masing-masing kompetensi hanya nilai kompetensi pribadi yang menyentuh nilai 85 sementara nilai rata-rata untuk kompetensi manajerial dan wirausaha, supervisi, dan sosial adalah 72, 73, dan 63 secara berurutan (Kompas, 24 Juli 2012).
Rendahnya kompetensi ini menunjukkan bahwa profesionalisme kepala sekolah masih sangat rendah. Padahal kepala sekolah memiliki peran yang strategis dalam memajukan sekolah pada khususnya dan memajukan pendidikan pada umumnya. Kepala sekolah yang profesionalisme tentu adalah kepala sekolah yang memiliki kompetensi yang tinggi. Professionalisme kepala sekolah sangat dibutuhkan karena dengan demikian kepala sekolah akan memiliki komitmen untuk terus mengembangkan kompensi profesionalnya secara berkesinambungan. Dengan demikian ia akan komit untuk mengembangkan sekolahnya.

Tersandera Politik Praktis

Rendahnya kompetensi kepala sekolah salah satunya disebabkan banyaknya kepala sekolah yang dijabat oleh orang yang tak layak untuk itu. Hal ini dimungkinkan karena faktor politis dalam penunjukan dan pengangkatan kepala sekolah di daerah. Hal ini semakin menjadi seiring gelombang otonomi daerah terutama otonomi pendidikan sehingga penugasan guru menjadi kepala sekolah menjadi wewenang daerah. Tidak heran, ketika terjadi suksesi kekuasaan di kota atau kabupaten maka banyak kepala sekolah baru yang diangkat dan banyak pula kepala sekolah lama yang dimutasi. Ini tak lepas dari kontrak politik yang terjadi sebelum pemilihan ketika si calon kepala sekolah menjadi anggota tim sukses calon kepala daerah terpilih. Itulah mengapa seorang guru saya ketika SMA berceloteh, tidak perlu pintar jadi kepala sekolah asalkan dekat dengan Kepala dinas pendidikan dan jadi tim sukses. Untuk sekolah swasta keadaanya juga tidak jauh berbeda. Penunjukan kepala sekolah sangat tergantung kepada ketua yayasan. Betapa berprestasipun seorang guru jika tidak dekat dengan ketua yayasan mustahil menjadi kepala sekolah.
Mengingat peran vital pendidikan untuk kemajuan bangsa, sudah seharusnya ia bebas dari kepentingan politik praktis. Jangan sampai hanya karena kontrak politik kemudian posisi kepala sekolah diisi ole figur-figur dengan kompetensi rendah sehingga jauh dari profesionalisme. Mereka mengincar posisi kepala sekolah hanya demi kepentingan praktis bukan berbekal komitmen dan idealisme. Pengembangan sekolahpun menjadi terkendala karena pimpinan tidak bisa memimpin komponen-komponen di bawahnya.
Dalam penunjukan kepala sekolah sudah seharusnya diterapkan prinsip meritokrasi. Dengan meritokasi maka posisi akan diisi oleh orang yang pantas untuk itu. Begitu juga kepala sekolah harus diisi oleh mereka yang benar-benar memenuhi standar kompetensi yang ditentukan. Namun, penerapan meritokrasi dalam penunjukan kepala sekolah sangat bergantung kepada komitmen kepala daerah terutama bupati dan wali kota. Komitmen mereka untuk tak mencampur adukkan masalah pendidikan dengan kepentingan politik praktis akan sangat menentukan arah sekolah. Sementara untuk sekolah swasta bergantung kepada komitmen ketua yayasan untuk kemajuan sekolah dan pendidikan.

Oleh: AHMAD APRILLAH (Mahasiswa bahasa Inggris dan Mandor di LPM Pena Kampus)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar