TINGKATAN APRESIASI SASTRA DAN LUNTURNYA KONSEP CERPEN - LPM Pena Kampus

Goresan Penamu Runtuhkan Tirani

Breaking

Kamis, 17 Oktober 2013

TINGKATAN APRESIASI SASTRA DAN LUNTURNYA KONSEP CERPEN

Sastra merupakan dunia lain yang tak memiliki batas untuk berkreasi. Dengan sastra pengarang dapat mengaktualisasikan diri sebagai individu yang masing-masing memiliki suatu keunikan. Tidak jarang sastra dijadikan sebagai pengukur suatu peradaban karena nilai-nilai yang ada dalam kehidupan dapat dibingkai sedemikian rupa oleh pengarang sehingga mampu menghadirkan berbagai  realita sosial yang ada pada masa tertentu. Dikatakan demikian karena karya sastra tidak tercipta dari suatu “kekosongan”. Artinya karya sastra tidak bisa tercipta hanya dengan berimajinasi semata, melainkan harus ada relasi antara imajinasi dan realitas sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan begitu juga sebaliknya, karya sastra tidak bisa hadir dengan realitas sosial saja karena pengarang tentu membutuhkan imajinasi untuk mengemas suatu karya sehingga memiliki nilai estetika yang tinggi, hal yang demikian biasa disebut proses kreatif sastra.
Berbicara tentang sastra, tentu tidak terlepas dari bagaimana kita mengapresiasi sastra  dan berbagai jenis sastra. Dalam  proses mengapresiasi sastra, sejatinya memiliki beberapa tingkatan dan tidak semua orang mampu mencapai tingkat apresiasi tertentu. Hal inilah yang jarang disadari oleh para pembaca sastra sehingga tak jarang sastra diartikan hanya sebagai sebuah tulisan yang dibuat dengan kata-kata yang indah. Asumsi semacam ini dapat menghantam minat kita untuk mendalami sastra lebih jauh. Terkait dengan jenis, sebenarnya sudah jelas konsep antara jenis sastra yang satu dengan yang lainnya namun terkadang dalam eksistensinya tidak jarang terjadi perubahan antara konsep yang satu dengan yang lain sebagai contohnya adalah konsep cerpen dalam relasinya dengan puisi. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulisan essay ini.
1. Tingkatan Apresiasi
Pada dasarnya tingkatan apresiasi seseorang terhadap karya sastra dapat dibagi menjadi tiga tahap seperti berikut ini.


a. Tahap Rasa Terhibur
tingkatan apresiasi ini merupakan tahap apresiasi paling rendah seseorang terhadap karya sastra. Dikatakan demikian karena kita bisa saja hanya mendapatkan rasa terhibur dari sebuah karya walaupun kita tidak tahu makna atau arti dari karya itu dan tidak memiliki ketertarikan leebih jauh mengenai karya tersebut. Sebagai contoh ketika kita membaca ataupun mendengar kata-kata indah dalam sebuah puisi. Perasaan terhibur dapat kita peroleh ketika mendengar rangkaian kata-kata yang ditempatkan secara unik dan menarik. namun kata-kata tersebut tidak menjamin seseorang menjadi ingin mendalami puisi.
b. Tahap Memaknai
tingkatan apresiasi ini merupakan tahap dimana ketika seseorang bisa memaknai suatu karya sehingga bisa mendapatkan kenikmatan tersendiri ketika membaca dan memaknai suatu karya. Sebagai cintihnya, Kita bisa mendapatkan kepuasan tersendiri ketika mampu memaknai sebuah cerpen atau puisi yang mengunakan bahasa asing. Hal yang demikian bisa membedakan tingkatan apresiasi kita dengan orang yang tidak bisa memaknai suatu karya.
c. Tahap Memahami
ketika seseorang sudah mampu memaknai sesuatu karya maka selanjutnya tentu akan dihadapkan pada tahap memahami. Tahap ini merupakan tahap ketika seorang mampu memahami suatu karya secara holistik sehingga menghasilkan pemahaman yang mendalam. Tahap ini merupakan tahap yang cukup sulit untuk dicapai karena untuk mendapatkan nilai estetika yang tinggi, pengarang biasanya menggunakan hak lisensialnya( hak pengarang untuk melanggar struktur bahasa normatif) dalam berkarya. Hal inilah yang biasanya menjadikan pemahaman antara pengarang dan pembaca cenderung variatif.

d. Tahap Memanfaatkan
setelah mampu memahami, maka tahap terakhir adalah tahap memanfaatkan yakni tahap dimana seseorang mampu memanfaatkan karya sastra sebagai media untuk berkembang maupun untuk merubah realitas sosial yang bertentangan dengan nilai maupun norma yang berlaku dalam kehidupan.sosial. sebagai contoh ketika puisi-puisinya khairil anwar yang mampu membangkitkan keberanian dan rasa nasionalisme ditengah penindasan yang dilakukan para penjajah. Hal yang demikian menujukkan bahwa khairil anwar telah memanfaatkan karyanya untuk menggerakkan perjuangan.
2.  Perubahan Konsep Cerpen
Pada dasarnya konsep masing-masing jenis sastra sudah jelas, namun akhir-akir ini dalam eksistensinya tidak jarang kita temukan perubahan bentuk penyampaiannya yang seolah melunturkan konsep sastra itu sendiri. Salah satu cuntoh lunturnya konsep salah satu jenis sastra adalah cerpen. Sebagai sebuah cerita, cerpen seharusnya menjadi suatu hal yang mudah dimengerti sehingga tercapai konsep dari cerpen itu sendiri yaitu untuk menceritakan. Untuk menceritakan sebuah cerita, tentu sudah seharusnya menggunakan kata kata yang komunikatif sehingga pembaca mudah untuk memahami sebuah cerita.
 jika kita ikuti perkembangan karya sastra cerpen akhir-akhir ini, maka dapat kita lihat bahwa konsep cerpen mulai tergusur oleh konsep puisi. Cerpen yang biasanya digunakan untuk menceritakan malah menjadi suatu karya yang tercipta dari kata-kata yang rumit dan sulit dimengerti layaknnya puisi. Perubahan cara penyeampaian mulai dari alur yang zigzag hingga tokoh yang tidak dideskripsikan secara jelas ditambah dengan balutan kata puitis menjadikan cerpen terasa begitu berat untuk dipahami. Sebagai contoh adalah banyaknya karya-karya baru cerpen yang salah satunya adalah cerpen “kemegahan dunia” karya Lilis. Dalam cerpen ini, pengarang mencoba menceritakan realita sosial yang semakin individual dan banyaknya orang yang sibuk mencari kebahagiaan dunia hingga melupakan bahwa akan ada dunia akhirat. Namun dalam cerpen tersebut tidak kita temukan tokoh yang jelas, kemudian alurnya juga tidak jelas ditambah balutan kata puitis menjadikan cerpen ini cukup sulit dipahami.
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa pengarang menggunakan hak lisensialnya dalam berkarya, namun alangkah baiknya jika hal itu tidak menghilangkan konsep dari karya itu sendiri. Jika memang cerpen pada hakikatnya bercerita maka akan lebih baik jika disajikan dalam bentuk yang sederhana, bahasa yang komunikatif sehingga mudah dimengerti oleh pembaca karena pastinya pengarang menciptakan cerpen untuk dipahami pembaca bukan malah membingungkan pembaca. Jika konsep cerpen tidak dipertahankan, alih alih mendatangkan ketertarikan pembaca cerpen untuk mengapresiasi karya melainkan akan menghadirkan kebingungan dan mengikis apresiasi pembaca terhadap suatu karya.

Dari beberapa hal yang telah kita bahas diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa dalam mengapresiasi sastra, masing-masing orang memiliki tingkatan tertentu dan tidak semua orang mampu memcapai tahap tertinggi dalam mengapresiasi suatu karya. Kemudian penting bagi kita untuk menjaga konsep suatu karya sehingga tidak menghilangkan nilai estetika dari karya itu sendiri. 

Oleh: M. Jamiluddin Nur (Mahasiswa Bastrindo '09)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar