Melestarikan 'Sasambo' Lewat Dies Natalis PGSD dan PG-PAUD - LPM Pena Kampus

Goresan Penamu Runtuhkan Tirani

Breaking

Kamis, 30 November 2017

Melestarikan 'Sasambo' Lewat Dies Natalis PGSD dan PG-PAUD

Para balerina sedang melakukan tarian Siak dari Sumbawa pada malam puncak Dies Natalis di Aula Kampus II Universitas Mataram, Sabtu (25/11/2017)

Mataram, Pena Kampus - Malam Puncak Dies Natalis (DN) Sabtu, (25/11/2017) Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS) Pendidikan Guru Sekolah  Dasar (PGSD)  dan Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD) berlangsung meriah. Acara malam puncak DN dibuka oleh tari “Kiak Samawa” yang dimainkan para ballerina dari Program Studi (Prodi) PGSD dan PG-PAUD di Aula Kampus II Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Maratam (Unram).  

Senyum meriah terpancar dari seluruh tamu undangan dan peserta yang mengikuti acara DN Prodi PGSD dan PG-PAUD.Cahaya kedip lampu berwarna-warni turut memeriahkan dan melarutkan seluruh peserta pada malam puncak DN. Dekorasi bertemakan Sasambo menghiasi ruangan Aula tempat berlangsungnya acara.

DN yang dilaksakan selama satu minggu sebelum acara malam puncak, dirangkaikan dengan berbagai macam  jenis mata lomba. Mata lomba yang diadakan diantaranya Bola Putra, Volly Putri, Bulu Tangkis, Catur, Da’I/Da’iyah, dan Lomba Hiburan. Lomba-lomba tersebut difokuskan khusus untuk mahasiswa Prodi PGSD dan PG-PAUD yang terpusat di kampus II Unram.

“Lomba Catur dan Bulu Tangkis itu se-FKIP,” ungkap Lauzi Marefa selaku ketua HMPS PGSD. Undangan untuk dua mata lomba tersebut dikhususkan untuk Organisasi Mahasiswa (Ormawa) FKIP Unram melalui undangan delegasi dari HMPS PGSD dan PG-PAUD.

“Sasambo”

Sasambo yang semestinya singkatan dari Sasak, Samawa, dan Mbojo berbeda pada Sasambo kali ini.  (Smart, Aktif, Semangat, Aman, dan Maju Bersama Organisasi) yang disingkat dengan Sasambo adalah tema pada DN tahun ini.

Dari tema tersebut, seluruh mahasiswa PGSD dan PG-PAUD diharapkan agar tidak melupakan adat dan budaya Sasambo tersebut. “Kita ingatkan lewat acara DN ini,” tegas Lauzi.
Melalui DN tersebut, panita berharap agar semua mahasiswa Unram terkhusus FKIP yang terlingkup dalam Suku Sasambo lebih memahami bahwa kita berasal dari berbeda-beda suku namun bersatu dalam lembaga pendidikan. Dengan begitu, komunikasi dan kerjasama agar lebih dekat dengan seluruh mahasiswa.

Keberagaman tersebut seharusnya disyukuri, kita dalam satu provinsi dengan memiliki tiga suku yang berbeda, “saya berharap melalui acara DN yang bertemakan Sasambo dapat lebih menyatukan seluruh mahasiswa (PGSD dan PG-PAUD) melaui acara-acara lomba tersebut,” ungkap Lauzi.
Dari awal terbentuk, HMPS PGSD dan PG-PAUD  memang dulunya pernah dalam satu HMPS. Dengan turunnya Surat Keputusan Wakil Dekan III FKIP Unram untuk memecah HMPS PGSD dan PG-PAUD menjadi dua HMPS secara terpisah. “Itulah alasannya kami serta seluruh pengurus HMPS PG-PAUD tetap melaksakan DN dalam satu rangkaian kegiatan, untuk merekatkan kembali anggota dan panitia,” kata Lauzi.

Secara SK, memang HPMS PGSD dan PG-PAUD harus berpisah karena berbeda Prodi, namun itulah alasan Lauzi membuat beberapa acara yang dilakukan secara bersamaan dengan HMPS Prodi  PG-PAUD, untuk mempersatukan kedua HMPS tersebut yang sudah terjalin sejak lama.

Lestarikan Budaya

Tergerusnya budaya Sasambo dengan masuknya budaya global memang tidak bisa kita elakkan. "Kita kan, sudah kebanyakan mengikuti kebiasaan budaya Barat, nah acara DN ini bertujuan untuk menghidupkan lagi budaya Sasambo itu,” kata Lauzi.

Harapan-harapan itu nantinya bisa terwujud dan fokus pada pelestarian budaya. “Konsep DN ini nantinya bisa menguatkan budaya Sasambo itu sendiri,” jelas Fedik Novibriawan yang kerap dipanggil Fedik, selaku Ketua Panita acara DN tersebut.

Di samping itu, dalam maraknya kasus intoleransi di era global ini diharapkan untuk terus memperkokoh budaya Sasambo agar lebih rekat kembali. “Semoga pada acara DN ini kita bisa mengingat budaya yang ada di negeri ini, khususnya NTB,” ungkap Fedik.

“Baju khas yang menghiasi DN sesuai dengan Budaya Sasambo menjadi simbol bahwa beragamnya suku kita yang ada di NTB. Seperti pakaian adat Bima, Sasak, dan Samawa,” kata Fedik.
Harapan untuk semua rekan dan teman-teman (khususnya mahasiswa FKIP) agar tidak membentuk kubu-kubu sesuai asal, suku, dan agama. Semua harus membaur terintegrasi. Lauzi juga menambahkan harapannya, agar semua mahasiswa PGSD dan PG-PAUD semakin bersatu. 

(Lz/Wid/Viq
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar