Hichki : Karena Setiap Anak Mempunyai Kesempatan yang Sama - LPM Pena Kampus

Goresan Penamu Runtuhkan Tirani

Breaking

Sabtu, 07 Juli 2018

Hichki : Karena Setiap Anak Mempunyai Kesempatan yang Sama

“waa, waa, cha, cha.”

Suara itu keluar di luar kendalinya, membuat beberapa orang yang ada di sana heran. Itu sebuah cegukan atau apa?  Naina Mathur tersenyum sembari mengetuk-ngetuk dagu dengan punggung tangannya, menyakinkan mereka bahwa suara-suara itu tidak akan menjadi penghalang…

Film keluaran Yash Raj Film yang disutradarai oleh Siddarth P. Malhotra dan rilis pada 23 Maret lalu ini dibuka dengan tokoh Naina Mathur yang diperankan oleh Rani Mukerji sedang diinterview di sebuah sekolah. Sindrom Tourette yang dideritanya membuatnya ditolak di 18 sekolah karena menurut mereka (pihak sekolah) Naina tidak mungkin bisa mengajar dengan baik dengan kondisi sindromnya itu. Sindrom Tourette sendiri merupakan gangguan neurologis, suatu keadaan syaraf yang longgar. Seperti yang terjadi jika kabel-kabel listrik yang korslet, maka itu akan menghasilkan sengatan listrik yang membuatnya mengeluarkan suara-suara aneh seperti “waa, waa”, atau “cha, cha”. Naina mengatur suara-suara itu dengan mengetuk-ngetukkan punggung tangan ke dagunya, agar jumlah suara yang dikeluarkan tidak menjadi-jadi. Keadaan akan bertambah parah jika dia dalam keadaan gugup.

Sejak usia sekolah dasar, dia juga telah beberapa kali pindah sekolah. Pihak sekolah tidak bisa menerima keadaan dirinya yang membuat siswa lain tidak fokus untuk belajar selama di dalam kelas. Dia ditertawakan oleh teman-temannya, diabaikan oleh guru-gurunya. Ayahnya juga bersikeras menyekolahkannya ke sekolah luar biasa, akan tetapi ibunya tidak setuju. Ibunya ingin Naina tetap diperlakukan sama seperti anak-anak normal lainnya. Namun demikian, dia bisa menyelesaikan program magisternya pada bidang sains dengan nilai yang memuaskan.

Berkat kegigihannya dan semangatnya mencari sekolah yang mau menerimanya sebagai guru, Naina diberikan kesempatan mengajar oleh St. Notker setelah ditolak lima kali. Sekolah yang dulu mau menerimanya sebagai murid, berkat seorang kepala sekolah yang selalu menjadi inspirasinya, Mr. Khan. Dia ditempatkan mengajar di kelas 9 F.

Dia begitu senang akan mendapatkan murid, walaupun hanya 14 orang. Pun ketika tanpa sengaja sebelum memasuki kelas hari pertama mengajar Naina mendapati mereka memasang taruhan untuk dirinya, tidak terlihat sedikitpun keraguan, bahkan ia mengikuti permainan.

Mendapat informasi dari Shyamlal, seorang petugas kebersihan di St. Notker bahwa mereka merupakan anak-anak yang berasal dari lingkungan kumuh. Mereka bisa ada di sekolah itu atas nama hak kesetaraan pendidikan. Mereka berusaha menyesuaikan diri dengan anak-anak di lingkungan St. Notker namun mereka malah dijauhi, guru-gurupun seakan tidak ingin peduli dengan mereka yang akhirnya membuat mereka memberontak, jadi biang onar sekolah. Pemberontakan yang mereka ciptakan membuat tidak ada guru yang tahan mengajar di 9 F. Tidak terkecuali dengan Naina, yang sering diberikan “kejutan”oleh mereka.

Dengan usaha keras untuk meyakinkan kepercayaan mereka terhadap dirinya, Naina menawarkan dua hal setelah membuat perjanjian dengan kepala sekolah. Jika mereka ingin mulai belajar kembali, mulai membuat perubahan, maka mereka harus datang besok paginya sebelum jam 09:10 dan Naina akan tetap tinggal. Namun jika tidak, maka dia akan mengundurkan diri sebagai guru di sekolah itu.

Harap Naina bersambut. 14 murid itu datang keesokan harinya. Dengan cara yang berbeda Naina mengajar dan mendidik mereka. Tidak seperti guru-guru lain yang hanya terpaku pada silabus. Tidak hanya itu, dia dengan sabar mencari dan mendatangi masing-masing rumah ke-14 muridnya, mencoba mengamati dan memahami apa saja aktivitas, kebiasaan, dan juga masalah mereka.

Walaupun demikian, memang tidak mudah menaklukan 14 anak dengan kepribadian berbeda-beda. Mereka belum sepenuhnya bisa percaya pada Naina. Mereka menganggap semua guru di St. Notker sama, hanya mengunggulkan ‘anak-anak kota’ itu. Sampai pada akhirnya Naina bisa membuktikan kepada seluruh murid dan guru St. Notker, bahwa 14 murid 9 F bisa seperti murid-murid yang lainnya, bahkan mereka mempunyai kemampuan yang menakjubkan, walaupun sempat ada yang memfitnah mereka karena perubahan yang sangat drastis itu. Mana mungkin kelas 9 F meraih Lencana Perfect?

Namun kebenaran itu menampakkan dirinya, tidak terkecuali untuk Mr. Wadia, wakil bagian kesiswaaan St. Notker luruh hari itu. Tidak disangkanya bahwa pelaku fitnah sebenarnya berasal dari kelas 9 A yang selalu dibanggakannya.

Ada beberapa hal penting yang kita temui dalam film ini. Pertama, guru kebanyakan ketika mengajar terlalu terpaku dengan silabus sehingga metode atau teknik pembelajaran menarik diabaikan. Mengetahui dan memahami masalah ataupun hal yang dihadapi oleh siswa sangatlah penting karena sangatlah berpengaruh dalam pembelajaran. Entah itu yang terlalu pendiam, ataupun malah sebaliknya, menjadikan dirinya trouble maker sekolah. Namun sangat sedikit kita menemukan guru yang demikian. Ketiga, arti dan makna pintar masih selalu diseragamkan, padahal setiap anak mempunyai kecerdasan dengan caranya sendiri-sendiri. Label masih selalu menjadi patokan antara ‘anak kota dan ‘anak kampong/desa’. Pun dengan pemaknaan kata ‘anak normal’. Hal-hal demikian bahkan masih kita temui di negeri kita ini.

Film ini mencoba membuka pandangan kita terhadap pendidikan dan anak-anak. Recommended banget untuk ditonton, khususnya oleh pendidik ataupun calon pendidik. Kita tidak akan dikecewakan oleh pemeran yang memainkan tokoh-tokoh Hichki, terutama oleh Rani Mukerji, dia memainkan dengan baik tokoh Naina Mathur, seorang guru yang istimewa dengan Tourette Syndromnya. Tak hanya itu, kita juga bisa melihat bagaimana diskriminasi yang kerap dialami oleh pengidap Syndrom atau penyakit lainnya, yang membuat seseorang dianggap berbeda dari manusia pada umumnya.

Terlebih, diskriminasi juga acap kali disematkan pada mereka yang memiliki latar belakang keluarga yang kurang mampu. Padahal sejatinya,setiap anak berhak berhak untuk belajar, dan semua anak berhak untuk memperoleh pendidikan.

Seorang guru yang yang normal hanya mengajari anda, namun seorang guru yang baik, membuat anda mengerti. Jika dia hebat, maka dia akan menunjukan kepada anda bagaimana menerapkannya – Naina Mathur.

*Idawati : Pimred LPM Pena Kampus 2017/2018

Source: Google

Tidak ada komentar:

Posting Komentar